Demonstran dan Pemerintah Hong Kong Sepakat Berdialog Jumat

Demonstran Hong Kong menyaksikan upacara pengibaran bendera, 1 Oktober.
VIVAnews - Demonstran dan Pemerintah Hong Kong akhirnya sepakat menggelar dialog pada Jumat, 10 Oktober 2014 untuk membahas mengenai implementasi hukum reformasi politik pemilihan kepala daerah eksekutif tersebut. Dalam dialog itu akan dibagi ke dalam dua sesi, yakni sesi pertama pada pukul 16.00 waktu setempat yang berfokus pada dasar konstitusi perubahan sistem politik di Hong Kong. 

Sementara itu, pada sesi kedua akan dibahas mengenai persyaratan hukum untuk pelaksanaan Pilkada Hong Kong tahun 2017. BBC edisi Rabu, 8 Oktober 2014 melansir, kendati jadwal dialog telah disepakati, hal tersebut tetap tidak memuaskan para demonstran. 

Menurut salah satu pemimpin kelompok pelajar pro-demokrasi, Lester Shum, kemungkinan pada praktiknya, topik pembicaraan akan dibatasi. Dilansir laman Businessweek hari ini, Shum menyebut dalam pembicaraan formal itu, tidak akan membahas mengenai penarikan rencana Pemerintah China untuk menentukan kandidat kepala eksekutif Hong Kong tiga tahun mendatang. Padahal, justru itu yang menjadi alasan utama mereka berunjuk rasa.

Dalam pertemuan pada lusa mendatang, kedua pihak akan mengirim masing-masing lima perwakilan. Dialog itu, akan dipimpin oleh pejabat pemerintah Hong Kong, Carrie Lam. 

Sementara itu, dalam wawancara khusus, anggota Dewan Eksekutif Hong Kong, Regina Ip, menyatakan, pemerintah setuju untuk bertemu dengan para pelajar dan menganggap mereka setara. Namun, dia menegaskan dialog itu bukan sebagai bentuk negosiasi. 

"Mereka tidak akan bisa bernegosiasi dengan pemerintah, karena para pelajar ini tidak memiliki kewenangan untuk berbicara dengan para pemimpin di Beijing," ungkap Regina. 

Dalam pandangan dia, sesuatu hal yang tidak realistis untuk berharap Beijing akan berubah dari keputusan yang mereka keluarkan pada Agustus lalu. 

Analisis serupa juga sudah diprediksi oleh peneliti dari Institut Asia Timur Universitas Nasional Singapura, Chen Gang. 

"Dialog di antara para pelajar dan pemerintah hanya sebuah solusi yang bersifat sementara, karena ditekan oleh masyarakat. Tidak mungkin akan ada hasil akhir yang bisa diambil dari pertemuan hari Jumat lusa, karena Beijing dan Hong Kong tidak akan memenuhi tuntutan para demonstran," ungkap Chen.  

"Kami merasa sangat kecewa dan marah mengenai agenda yang ditetapkan. Pemerintah betul-betul tidak memiliki ketulusan sama sekali dan tidak ada keinginan untuk menghadapi permasalahan politik sebenarnya di Hong Kong," ujar Lesther.

Bisnis Merugi

Akibat unjuk rasa yang berlangsung hampir dua pekan lamanya, turut berdampak terhadap perekonomian lokal di Hong Kong. Menurut data Asosiasi Manajemen Retail Hong Kong, pusat perbelanjaan menderita kerugian penjualan hingga 45 persen pada pekan pertama Oktober. Padahal, pada periode biasa begitu banyak warga yang berbelanja di periode pekan emas. 

Unjuk rasa yang dijuluki "Revolusi Payung" itu juga mempengaruhi indeks harga saham di bursa Hong Kong yang menyebut terjadi koreksi harga hingga mencapai US$50 miliar. Bank Dunia pun memperingatkan aksi unjuk rasa itu bisa mengakibatkan kerugian terhadap perekonomian lokal. 

Dampak negatif itu turut disadari oleh salah satu pengunjuk rasa, Ronald Chan. Namun, dia berharap warga Hong Kong memahami tujuan mereka berdemonstrasi. 

"Kami tahu telah mengakibatkan ketidaknyamanan, namun kami memiliki alasan. Semoga hal itu bisa dipahami orang lain," kata Ronald. (art)

No comments

Powered by Blogger.