Ini Kriteria Ideal Calon Dirut Pertamina
VIVAnews - Ketua Komisi VII DPR RI, Kardaya Warnika, membeberkan kriteria calon Dirut PT Pertamina (Persero). Orang tersebut, harus profesional yang mengerti bisnis minyak dan gas (migas).
"Pertama, dia profsional dan mengerti bisnisnya," kata Kardaya usai diskusi "Bola Panas BBM" di Warung Daun Cikini, Jakarta, Sabtu 15 November 2014.
Dia tak mempermasalahkan calon itu harus dari internal maupun eksternal. "(Calonnya juga) harus berintergritas," ujar dia.
Di sisi itu, Kardaya punya alasan calon dirut perusahaan pelat merah itu harus paham bisnis migas. Kalau tidak mengerti bisnis migas, bisa berbahaya. "Kalau tak mengerti, bisa kacau. Dia harus memahami Pertamina itu BUMN," lanjut dia.
Kemudian, kata dia, perusahaan pelat merah sektor migas itu seharusnya tak membeli minyak dari dalam negeri. Sebab, perusahaan migas luar negeri pun tak pernah membeli minyak dari dalam negeri.
"Pertamina sering kali membeli minyak dari ladang dalam negeri. Itu salah besar. Petrochina--BUMN migas Tiongkok--tidak pernah membeli dari dalam negeri. Hanya perusahaan swasta yang melakukan seperti itu," kata dia.
Sementara itu, mantan komisaris Pertamina, Roes Aryawijaya, juga mengatakan hal yang sama. Calon dirut Pertamina harus berasal dari kaum profesional. Tambahannya, dia tak terikat oleh kelompok mana pun.
"Harus profesional dan tidak ada masalah dengan politik. Dia juga harus independen dan tidak terafiliasi," kata Roes.
Calon Dirut Pertamina juga harus tahan terhadap tekanan di sektor migas. "Kalau tidak kuat, ya, jangan harap," kata dia.
Pandangan pengamat
Direktur Global Future Institute, Hendrajit, menyoroti masalah yang tengah ada di sektor hilirya yaitu isu kenaikan harga BBM bersubsidi dan pergantian dirut PT Pertamina.
Dia melihat ada sesuatu di balik masalah tersebut, khususnya dalam proses pergantian dirut perusahaan pelat merah itu.
"The all JK's Connection, yang ditangkap dalam simbol keruwetan. Persoalan kenaikan harga untuk dimainkan dalam sektor hilir dan ada pergantian dirut Pertamina yang diarahkan dalam kroni The Soemarno's chronos," kata Hendrajit.
Untuk pengisian Dirut Pertamina, Hendrajit menduga bursa calon dirut Pertamina akan jadi permainan Wakil Presiden, Jusuf Kalla, dan Soemarno cs dengan motif menguasai sektor hilir.
"Motif mereka adalah mengkondisikan Pertamina untuk masuk dalam skema privatisasi yang dirancang oleh pihak yang menganut paham neoliberal dalam perekonomian kita," kata dia.
Hendrajit menyebut, bursa calon dirut Pertamina mengerucut jadi dua nama yaitu Rinaldi Firmansyah yang direkomendasikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Sofyan Djalil, dan Widhyawan Prawiraatmadja yang merupakan rekomendasi oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said. Sementara itu, Ahmad Faisal disiapkan untuk menduduki posisi komisaris.
"Ketiganya merupakan Ari Soemarno Connection," kata dia.
Tak hanya itu, Hendrajit juga menyoroti skenario Menteri BUMN, Rini Soemarno, yang terlihat ada agenda privatisasi Pertamina. Diindikasikan nanti, agenda ini jadi prioritas dalam meliberalisasi sektor hilir dan ini menjadi tugas baru dirut Pertamina.
"Ini skema yang perlu diwaspada karena muara skema ini kemungkinan besar adalah korporasi asing bisa masuk ke Pertamina," kata dia.
Menurut Hendrajit, Presiden Joko Widodo belum tahu bahwa Rini menyeleksi calon petinggi perusahaan pelat merah itu. "Seharusnya, Rini bertanya kepada Pak Jokowi, apakah setuju dengan ini? Apakah Presiden ada calon?" kata dia.
Sebaliknya, kata Hendrajit, Rini justru mengusulkan Jokowi untuk menandatangani Keputusan Presiden yang berisi pemilihan dan penetapan direksi BUMN cukup dilakukan oleh Menteri BUMN.
"Untungnya Jokowi tak menandatanganinya, karena dicegah Mensesneg. Seharusnya, Presiden yang menetapkan, memilih, dan menunjuk direksi dan komisaris untuk 25 BUMN strategis," kata dia. (asp)
"Pertama, dia profsional dan mengerti bisnisnya," kata Kardaya usai diskusi "Bola Panas BBM" di Warung Daun Cikini, Jakarta, Sabtu 15 November 2014.
Dia tak mempermasalahkan calon itu harus dari internal maupun eksternal. "(Calonnya juga) harus berintergritas," ujar dia.
Di sisi itu, Kardaya punya alasan calon dirut perusahaan pelat merah itu harus paham bisnis migas. Kalau tidak mengerti bisnis migas, bisa berbahaya. "Kalau tak mengerti, bisa kacau. Dia harus memahami Pertamina itu BUMN," lanjut dia.
Kemudian, kata dia, perusahaan pelat merah sektor migas itu seharusnya tak membeli minyak dari dalam negeri. Sebab, perusahaan migas luar negeri pun tak pernah membeli minyak dari dalam negeri.
"Pertamina sering kali membeli minyak dari ladang dalam negeri. Itu salah besar. Petrochina--BUMN migas Tiongkok--tidak pernah membeli dari dalam negeri. Hanya perusahaan swasta yang melakukan seperti itu," kata dia.
Sementara itu, mantan komisaris Pertamina, Roes Aryawijaya, juga mengatakan hal yang sama. Calon dirut Pertamina harus berasal dari kaum profesional. Tambahannya, dia tak terikat oleh kelompok mana pun.
"Harus profesional dan tidak ada masalah dengan politik. Dia juga harus independen dan tidak terafiliasi," kata Roes.
Calon Dirut Pertamina juga harus tahan terhadap tekanan di sektor migas. "Kalau tidak kuat, ya, jangan harap," kata dia.
Pandangan pengamat
Direktur Global Future Institute, Hendrajit, menyoroti masalah yang tengah ada di sektor hilirya yaitu isu kenaikan harga BBM bersubsidi dan pergantian dirut PT Pertamina.
Dia melihat ada sesuatu di balik masalah tersebut, khususnya dalam proses pergantian dirut perusahaan pelat merah itu.
"The all JK's Connection, yang ditangkap dalam simbol keruwetan. Persoalan kenaikan harga untuk dimainkan dalam sektor hilir dan ada pergantian dirut Pertamina yang diarahkan dalam kroni The Soemarno's chronos," kata Hendrajit.
Untuk pengisian Dirut Pertamina, Hendrajit menduga bursa calon dirut Pertamina akan jadi permainan Wakil Presiden, Jusuf Kalla, dan Soemarno cs dengan motif menguasai sektor hilir.
"Motif mereka adalah mengkondisikan Pertamina untuk masuk dalam skema privatisasi yang dirancang oleh pihak yang menganut paham neoliberal dalam perekonomian kita," kata dia.
Hendrajit menyebut, bursa calon dirut Pertamina mengerucut jadi dua nama yaitu Rinaldi Firmansyah yang direkomendasikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Sofyan Djalil, dan Widhyawan Prawiraatmadja yang merupakan rekomendasi oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said. Sementara itu, Ahmad Faisal disiapkan untuk menduduki posisi komisaris.
"Ketiganya merupakan Ari Soemarno Connection," kata dia.
Tak hanya itu, Hendrajit juga menyoroti skenario Menteri BUMN, Rini Soemarno, yang terlihat ada agenda privatisasi Pertamina. Diindikasikan nanti, agenda ini jadi prioritas dalam meliberalisasi sektor hilir dan ini menjadi tugas baru dirut Pertamina.
"Ini skema yang perlu diwaspada karena muara skema ini kemungkinan besar adalah korporasi asing bisa masuk ke Pertamina," kata dia.
Menurut Hendrajit, Presiden Joko Widodo belum tahu bahwa Rini menyeleksi calon petinggi perusahaan pelat merah itu. "Seharusnya, Rini bertanya kepada Pak Jokowi, apakah setuju dengan ini? Apakah Presiden ada calon?" kata dia.
Sebaliknya, kata Hendrajit, Rini justru mengusulkan Jokowi untuk menandatangani Keputusan Presiden yang berisi pemilihan dan penetapan direksi BUMN cukup dilakukan oleh Menteri BUMN.
"Untungnya Jokowi tak menandatanganinya, karena dicegah Mensesneg. Seharusnya, Presiden yang menetapkan, memilih, dan menunjuk direksi dan komisaris untuk 25 BUMN strategis," kata dia. (asp)
Post a Comment