Pemerintah boleh larang Munas jika digelar di daerah konflik
"Parpol adalah satu-satunya yang sesungguhnya kita percaya mereproduksi proses kepemimpinan-kepemimpinan nasional. Makanya partai politik itu harusnya diberikan ruang yang sebesar-besarnya untuk menentukan proses konstitusional di dalam partai politik itu," kata Irman di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (29/11).
Terkait pernyataan Menko Polhukam, Tedjo Edhy Purdijatno yang mengistilahkan larangan penyelenggaraan Munas Golkar sebagai peringatan pemerintah akan adanya lubang di depan jalan, Irman menilai, seharusnya pemerintah menutup lubang di jalan tersebut. Artinya, pemerintah memastikan dari sisi keamanan.
"Peran negara, kalau mengetahui ada lubang, lubangnya ditutup. Itulah tugas negera. Bukan melarang. Jadi jangan sampai saya mau bikin acara sunatan di kampung saya terus negara bilang jangan bikin di situ, ada tawuran anak SD di situ. Tugas negara adalah jangan sampai ada tauran di situ. Pasal 28 UUD 1945 memberikan tanggung jawab kepada pemerintah untuk melindungi warga negara," imbuh Irman.
Menurut Irman, pemerintah bisa melarang penyelenggaraan agenda partai politik di suatu daerah apabila daerah tersebut telah ditetapkan sebagai daerah konflik.
"Di Bali itu sampai saat ini, tidak ada penetapan status konflik menurut undang-undang penanganan konflik. Kecuali ada status itu ada ditetapkan Gubernur. Di undang-undang Penanganan Konflik Sosial (PKS) itu, status konflik ditetapkan jika institusi Polri dianggap tidak mampu untuk menyelesaikan konflik itu. Tapi kalau misalnya hanya tawuran anak SD di situ, ya sudah, Polri di situ cegahlah jangan sampai ada konflik di situ," jelasnya.
Jadi, lanjut Irman, penanggung jawab keamanan negeri ini sesungguhnya dua, yakni presiden dan Polri. Menko Polhukam, jelas Irman, bertanggung jawab secara internal kepada presiden.
Post a Comment