Lokalisasi Ditutup, PSK Dilatih Buat Keripik Tempe
VIVAnews – Menjelang penutupan tujuh lokalisasi di Kabupaten Malang Pemda setempat, penghuni lokalisasi itu mulai diberi pembekalan berbagai ketrampilan terapan, mulai membuat keripik tempe, singkong hingga menjahit.
“Rencana ditutup 25 November 2014, tetapi belum dipastikan apakah ketika penutupan PSK sudah harus keluar dari lokalisasi, apa masih boleh tinggal di sini,” kata Taufik Hidayat, Kepala Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kabag Kesra) Kabupaten Malang, Sabtu 15 November 2014.
Menurutnya, saat ini, Pemkab sedang mendata domisili PSK yang tinggal di tujuh lokalisasi di wilayah Kabupaten Malang.
Dari 324 PSK yang masuk dalam data milik Pemkab, sebagian besar berasal dari wilayah Kabupaten Malang, meskipun tidak sedikit yang berasal dari luar Malang, seperti Blitar, Nganjuk, Pasuruan, dan beberapa kota lain di sekitar Jawa Timur.
Natinya, PSK yang berasal dari luar Malang akan dipulangkan Pemkab hingga ke domisili mereka. Meskipun teknis pemulangan belum dipastikan akan berlangsung sejak 25 November, atau tidak.
"Teknis pemulangan masih dibicarakan lagi, kemungkinan awal minggu depan sudah clear teknisnya,” jelasnya.
Hingga saat ini, Pemkab Malang belum menerima hasil dari verifikasi yang dilakukan oleh Kementrian Sosial RI, setelah melakukan verifikasi data di Kabupaten Malang pada minggu lalu.
Dari verifikasi awal tersebut, Kemensos menemukan jumlah PSK tidak sama dengan data masukan dari Pemkab sesuai verifikasi September 2014, sebanyak 324 PSK. Ada jumlah PSK yang bertambah di sebuah lokalisasi, namun ada pula nama PSK yang tidak bisa ditemukan di beberapa lokalisasi.
"Jumlah bisa berkurang dan bertambah karena ada PSK yang sudah keluar atau masuk di lokalisasi itu. Ada penghuni yang sudah menikah, keluar atau jadi TKI,” kata Kepala Dinas Sosial Kabupaten Malang Sri Wahyuni Pudji Lestari.
Kepada Kemensos, Pemkab mengajukan bantuan pesangon pada PSK dengan besaran Rp5 juta per orang.
Sementara itu, Dinsos Malang bertanggung jawab untuk memberikan pembekalan ketrampilan terapan untuk bekal berwirausaha bagi PSK penghuni lokalisasi, seperti membuat keripik tempe, keripik singkong, anyaman bambu untuk perkakas rumah tangga, menjahit baju, dan membuat aneka kue.
Pelatihan sudah berlangsung sejak minggu lalu di tujuh lokalisasi. “Untuk pesangon sumbernya dari Kemensos, mungkin Selasa (18 November 2014) baru ada jawaban proposal dan pesangon (besarannya),” katanya.
Curahan hati PSK
Sementara itu, penghuni lokalisasi berharap pembekalan yang diberikan oleh pemerintah berguna bagi mereka ketika keluar dari lokalisasi nanti.
Mereka sadar bekerja di bidang lain tidak semudah membalik telapak tangan. “Ya kecewa karena ditutup, saya khawatir tidak bisa cari uang cukup untuk tiga anak saya. Tetapi, mau bagaiman lagi,” kata Darsiah, salah satu penghuni lokalisasi Girun di Kecamatan Gondanglegi.
Wanita berusia 35 tahun ini sudah dua tahun menghuni Girun. Orangtua tunggal dari tiga anak ini sehari-hari menghidupi keluarganya dari hasil kerja dilokalisasi.
Setiap hari Darsiah berangkat pagi dan pulang menjelang petang ke rumahnya. Kepada anaknya, dia pamit kerja di sebuah pabrik di wilayah Kepanjen.
"Yang besar sekarang kuliah, yang nomor dua di SMP, yang terakhir masuk TK. Tidak pernah dapat uang belanja dari mantan suami. Kalau pesangon Rp5 juta sebenarnya ya tidak cukup, bagaimana kalau uang sudah habis, nanti dipikir lagi sambil jalan," kata wanita berambut ikal ini pasrah.
Wanita asal kecamatan di Malang Selatan ini mengaku memiliki keahlian lain sebagai pembantu rumah tangga dan cleaning service. Dia juga sempat merantau ke tiga negeri jiran sebelum pulang kembali pada 2007 silam.
“Saya pernah kerja jadi pembantu di Singapura dan Hong Kong, sembilan tahun jadi cleaning service di India. Mau berangkat lagi sama anak-anak tidak boleh,” ujarnya.
Wanita yang menikah saat berusia 13 tahun itu mengaku belum memiliki rencana khusus jika lokalisasi ditutup.
Meskipun dia juga ikut pelatihan membuat keripik singkong dan tempe yang berlangsung selama dua hari di lokalisasinya. Dia juga belum mengetahui, apakah harus keluar dari lokalisasi sejak 25 November, atau masih boleh datang lagi.
Seperti sebagian penghuni Girun yang lain, mereka memiliki rumah dan keluarga di Malang. “Iya ini kesepakatan bersama, maksutnya nyari yang gampang dijual dan mudah membuatnya. Saya juga masih berfikir, nanti mau kerja apa kalau ditutup. Kalau tidak boleh kembali ke sini, ya tidak masalah,” katanya. (asp)
“Rencana ditutup 25 November 2014, tetapi belum dipastikan apakah ketika penutupan PSK sudah harus keluar dari lokalisasi, apa masih boleh tinggal di sini,” kata Taufik Hidayat, Kepala Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kabag Kesra) Kabupaten Malang, Sabtu 15 November 2014.
Menurutnya, saat ini, Pemkab sedang mendata domisili PSK yang tinggal di tujuh lokalisasi di wilayah Kabupaten Malang.
Dari 324 PSK yang masuk dalam data milik Pemkab, sebagian besar berasal dari wilayah Kabupaten Malang, meskipun tidak sedikit yang berasal dari luar Malang, seperti Blitar, Nganjuk, Pasuruan, dan beberapa kota lain di sekitar Jawa Timur.
Natinya, PSK yang berasal dari luar Malang akan dipulangkan Pemkab hingga ke domisili mereka. Meskipun teknis pemulangan belum dipastikan akan berlangsung sejak 25 November, atau tidak.
"Teknis pemulangan masih dibicarakan lagi, kemungkinan awal minggu depan sudah clear teknisnya,” jelasnya.
Hingga saat ini, Pemkab Malang belum menerima hasil dari verifikasi yang dilakukan oleh Kementrian Sosial RI, setelah melakukan verifikasi data di Kabupaten Malang pada minggu lalu.
Dari verifikasi awal tersebut, Kemensos menemukan jumlah PSK tidak sama dengan data masukan dari Pemkab sesuai verifikasi September 2014, sebanyak 324 PSK. Ada jumlah PSK yang bertambah di sebuah lokalisasi, namun ada pula nama PSK yang tidak bisa ditemukan di beberapa lokalisasi.
"Jumlah bisa berkurang dan bertambah karena ada PSK yang sudah keluar atau masuk di lokalisasi itu. Ada penghuni yang sudah menikah, keluar atau jadi TKI,” kata Kepala Dinas Sosial Kabupaten Malang Sri Wahyuni Pudji Lestari.
Kepada Kemensos, Pemkab mengajukan bantuan pesangon pada PSK dengan besaran Rp5 juta per orang.
Sementara itu, Dinsos Malang bertanggung jawab untuk memberikan pembekalan ketrampilan terapan untuk bekal berwirausaha bagi PSK penghuni lokalisasi, seperti membuat keripik tempe, keripik singkong, anyaman bambu untuk perkakas rumah tangga, menjahit baju, dan membuat aneka kue.
Pelatihan sudah berlangsung sejak minggu lalu di tujuh lokalisasi. “Untuk pesangon sumbernya dari Kemensos, mungkin Selasa (18 November 2014) baru ada jawaban proposal dan pesangon (besarannya),” katanya.
Curahan hati PSK
Sementara itu, penghuni lokalisasi berharap pembekalan yang diberikan oleh pemerintah berguna bagi mereka ketika keluar dari lokalisasi nanti.
Mereka sadar bekerja di bidang lain tidak semudah membalik telapak tangan. “Ya kecewa karena ditutup, saya khawatir tidak bisa cari uang cukup untuk tiga anak saya. Tetapi, mau bagaiman lagi,” kata Darsiah, salah satu penghuni lokalisasi Girun di Kecamatan Gondanglegi.
Wanita berusia 35 tahun ini sudah dua tahun menghuni Girun. Orangtua tunggal dari tiga anak ini sehari-hari menghidupi keluarganya dari hasil kerja dilokalisasi.
Setiap hari Darsiah berangkat pagi dan pulang menjelang petang ke rumahnya. Kepada anaknya, dia pamit kerja di sebuah pabrik di wilayah Kepanjen.
"Yang besar sekarang kuliah, yang nomor dua di SMP, yang terakhir masuk TK. Tidak pernah dapat uang belanja dari mantan suami. Kalau pesangon Rp5 juta sebenarnya ya tidak cukup, bagaimana kalau uang sudah habis, nanti dipikir lagi sambil jalan," kata wanita berambut ikal ini pasrah.
Wanita asal kecamatan di Malang Selatan ini mengaku memiliki keahlian lain sebagai pembantu rumah tangga dan cleaning service. Dia juga sempat merantau ke tiga negeri jiran sebelum pulang kembali pada 2007 silam.
“Saya pernah kerja jadi pembantu di Singapura dan Hong Kong, sembilan tahun jadi cleaning service di India. Mau berangkat lagi sama anak-anak tidak boleh,” ujarnya.
Wanita yang menikah saat berusia 13 tahun itu mengaku belum memiliki rencana khusus jika lokalisasi ditutup.
Meskipun dia juga ikut pelatihan membuat keripik singkong dan tempe yang berlangsung selama dua hari di lokalisasinya. Dia juga belum mengetahui, apakah harus keluar dari lokalisasi sejak 25 November, atau masih boleh datang lagi.
Seperti sebagian penghuni Girun yang lain, mereka memiliki rumah dan keluarga di Malang. “Iya ini kesepakatan bersama, maksutnya nyari yang gampang dijual dan mudah membuatnya. Saya juga masih berfikir, nanti mau kerja apa kalau ditutup. Kalau tidak boleh kembali ke sini, ya tidak masalah,” katanya. (asp)
Post a Comment